expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Senin, 18 November 2013

Delapan Bhikku Thailand Pimpin Perayaan Kathina


JAMBI – Maha Cetiya Oenang Hermawan menggelar upacara Pindapatta kemarin (17/11). Pindapatta hanya dilakukan dipekarangan Cetiya tersebut diikuti oleh puluhan umat Buddha di kota Jambi. Mulai pukul 08.00 WIB, umat Buddha kota Jambi sudah berkumpul membentuk barisan tepat dihalaman Cetiya yang berada dikawasan Kelurahan Cempaka Putih, Kota Jambi. Masing masing mereka memegang bingkisan berupa berbagai kebutuhan Bhikkhu.  
Lalu, delapan Bhikku yang berasal dari Thailand muncul dari dalam Cetiya sambil membawa patta. Umat yang hadirpun lalu memasukkan bingkisan yang mereka bawa ke dalam patta. Ini merupakan ritual pindapatta yang merupakan tradisi yang dilakukan oleh Buddha dan murid Buddha sejak ratusan tahun lalu dan masih bertahan hingga saat ini.  

Pindapatta yang digelar oleh Cetiya Oenang Hermawan kali ini merupakan rangkaian ritual perayaan hari raya Kathina puja. 

Dalam menyambut masa Kathina yang berlangsung selama satu bulan, ada baiknya kita mengingat dan merenungkan kembali sejarahnya Kathina. Bagi umat Buddha, masa Kathina erat kaitannya dengan berdana kepada Sangha. Masa Kathina selalu disambut umat Buddha dengan begitu meriah, ini dapat dilihat dari semangat umat Buddha memperingati Kathina dengan berbondong-bondong datang ke Vihara. Mereka dengan perasaan bahagia, dan penuh ketulusan hati melakukan persembahan kepada Sangha.

Peristiwa ini sudah berlangsung beribu-ribu tahun lamanya dan menarik sekali apabila kita telusuri bagaimana sesungguhnya Kathina sampai ditetapkan oleh Sang Buddha Gotama?

Sejarah mencatat bahwa setelah meraih Pencerahan Agung, Sang Buddha melakukan perjalanan ke Taman Rusa Isipatana, di dekat Benares. Beliau membabarkan Dhamma yang dikenal dengan Dhammacakkapavatana Sutta kepada lima orang pertapa yang pernah menjadi sahabatNya? Kondana, Vappa, Bhaddiya, Mahanama, dan Assaji. Setelah menguraikan khotbah pertama, Sang Buddha tetap tinggal disana. Beliau bertemu dengan Yasa -- anak seorang pedagang kaya raya di Benares - dan memberikan wejangan Dhamma kepadanya. Disamping itu, Sang Buddha juga membabarkan Dhamma kepada ayah Yasa dan empat sahabat Yasa. Mereka beserta para pengikutnya - semuanya berjumlah lima puluh lima orang - meninggalkan kehidupan berumah tangga, memasuki kehidupan tanpa rumah (menjadi Bhikkhu), dan mencapai tingkat kesucian Arahat.

Untuk itu, pihak Cetiya mengaku baru mendapatkan jadwal yang pas untuk semua Bhikku bisa berkumpul pada saat ini. “Kita harus menghitung dan memastikan bahwa semua Bhikku yang diundang bisa hadir. Karna mereka memiliki jadwal yang cukup padat. Maka, hari inilah (red: kemarin), kita bisa merayakan puncak hari raya Kathina bersama sama,” bebernya.

Jumlah siswa Sang Buddha yang telah mencapai tingkat kesucian Arahat pada saat itu sebanyak enam puluh orang. Kepada mereka Sang Buddha menyerukan untuk menyebarkan Dhamma dengan berkata :

"Aku telah terbebas dari semua ikatan-ikatan, O para Bhikkhu, baik yang bersifat batiniah maupun yang bersifat jasmania; demikianlah pula kamu sekalian, sekarang kamu harus menggembara untuk kesejahteraan orang banyak. Janganlah pergi berduaan ke tempat yang sama. Babarkanlah Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pada akhirnya. Umumkanlah tentang kehidupan suci yang benar-benar bersih dan sempurna dalam ungkapan dan hakikatnya. Terdapat makhluk-makhluk yang matanya hanya ditutupi oleh sedikit debu. Kalau tidak mendengar Dhamma mereka akan kehilangan manfaat yang besar. Karena mereka adalah orang-orang yang dapat mengerti Dhamma dengan sempurna. Aku sendiri akan pergi ke Senanigama di Uruvela untuk mengajar Dhamma". (Romy)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar